RSUP M Djamil Padang Resmikan Panel Deteksi Cepat Methicilin-resistant Staphylococcus Aureus

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr +



HALONUSA.COM – Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) M. Djamil Padang secara resmi meluncurkan Panel Deteksi Cepat Methicilin-resistant Staphylococcus Aureus berbasis molekuler, Jumat 23 Februari 2024.

Direktur utama RSUP M. Djamil, Dovy Djanas mengatakan sebagai salah satu rumah sakit vertikal di Sumbar, selalu menjalankan transformasi kesehatan melalui kolaborasi dengan semua pihak, untuk memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan dapat dilakukan dengan optimal.

Untuk mewujudkan tranformasi kesehatan tersebut, RSUP M. Djamil telah melakukan kerjasama dengan dengan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, dan mitra industri PT. Crown Technology Indonesia.

“Sebagai bentuk respon di bidang kedokteran dan menjalankan pilar ke-3 transformasi kesehatan, yakni “Sistem Ketahanan Kesehatan” yang mencakup pembuatan atau produksi hingga distribusi farmalkes yang lancar dan bisa diproduksi di dalam negeri,” katanya.

Menurutnya, saat ini masalah resistensi antimikroba  masih menjadi masalah global dan nasional. Persoalan resistensi terjadi akibat banyak faktor, diantaranya penggunaan yang tidak tepat, dosis yang tidak sesuai, penggunaan terapi kombinasi dan lain sebagainya. Prevalensi mikroba yang resisten terhadap antimikroba di Indonesia terus meningkat, mencapai 67 persen. Angka ini terlihat lebih tinggi dibanding Singapura yang berkisar 24-26%.

“Kondisi ini memperlihatkan perlunya komitmen kita semua untuk mencegah meluasnya resistensi antimikroba yang saat ini telah menjadi pandemi sunyi. Resistensi anti mikroba mengakibatkan ketidakpastian dalam pelayanan pasien, dalam hal ini pengobatan menjadi tidak efektif, masa rawatan (LOS) memanjang, risiko memberatnya kasus makin besar, risiko kematian meningkat yang pada akhirnya meningkatkan beban biaya rumah sakit dan menurunkan kepuasan pasien terhadap layanan rumah sakit itu sendiri,” katanya.

Sehingga dengan kondisi seperti ini jelas terlihat bahwa resistensi dapat menimbulkan multiplayer effect, bukan hanya untuk rumah sakit, namun juga untuk pasien itu sendiri.

Tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan banyak pemborosan di rumah sakit, khususnya anggaran untuk antibiotika. Saat ini banyak produk produk luar yang ditawarkan untuk deteksi dini resistensi, namun, sebagian besar masih dengan harga mahal.

“Kita harus mencoba mengembangkan sendiri dengan harga terjangkau dan berkualitas sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pihak lain.  Berdasarkan kondisi diatas dan dalam rangka implementasi RSUP DR M Djamil Padang menjadi rumah sakit yang mampu mengembangkan riset inovasi dan translasional untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien, maka kami mendorong peningkatan berkolaborasi dengan Fakultas Kedokteran Unand, sehingga apa yang di targetkan oleh Kementerian Kesehatan dapat tercapai,” katanya.

Sementara itu, Gubernur Mahyeldi yang hadir untuk mendampingi Menkes RI tersebut mengungkapkan rasa apresiasi terhadap terobosan yang dilakukan oleh RSUP M. Djamil, dia mengatakan bahwa ini adalah suatu terobosan yang luar biasa di bidang kesehatan, khusus di daerah Sumbar.

“Ini suatu terobosan yang luar biasa, ijinkan saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian dan pengembangan produk ini dan rasa bangga yang mendalam karena ini merupakan hasil karya ilmuwan yang berasal dari Sumatera Barat, yaitu tim peneliti yang penuh dedikasi, universitas yang berperan sebagai pusat pengetahuan dan inovasi, serta rumah sakit pendidikan yang menjadi basis pengujian dan validasi produk,” katanya dihadapan para hadirin.

Ditambahkannya, kerja keras dan kolaborasi dari semua pihak, terutama di bidang kesehatan ini, telah membawa Sumbar pada pencapaian yang luar biasa ini. Tentunya Produk ini bukan hanya mencerminkan kemajuan dalam bidang tertentu, tetapi juga menjadi bukti nyata dari potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh Provinsi Sumatera Barat dalam bersaing di tingkat nasional maupun internasional.

Sementara itu, Menkes RI, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan persiapan untuk menuju Indonesia maju tahun 2045 dimulai dari bidang kesehatan, menurutnya, untuk menjadi negara maju hanya mendapatkan sekali kesempatan.

“Negara maju memiliki jumlah penduduk usia produktifnya paling banyak, kita puncaknya secara epidemiologis ditaksir yaitu pada tahun 2030, jika Indonesia pada tahun 2030 hingga 2035 gagal menjadi negara maju, maka langkah kita akan menjadi semakin sulit kedepannya,” ucapnya kedapa seluruh hadirin.

Di negara maju, katanya, rata-rata penduduknya berpenghasilan Rp. 15 juta perbulan, untuk mencapai hal tersebut, menurutnya ada dua hal yang terpenting yakni berpendidikan yang cukup dan kesehatan yang terjaga.

“Jadi jangan salah memilih Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan, kalau salah pilih orang yang tidak sehat dan tidak income, tidak bisa berpenghasilan Rp. 15 juta perbulan (masyarakat) maka seumur hidup kita tidak akan menjadi negara maju,” ungkapnya. (*)

Share.